Studi Banding Komunitas ECC di Sampoerna School of Education
Pagi di Kota Tangerang sudah terlihat sibuk dengan lalu-lalang puluhan kendaraan bermotor yang terus silih berganti melewati jalan raya yang padat. Di pinggir jalan, enam anggota komunitas ECC dengan seragam batik dan bersepatu sudah bersiap-siap untuk kembali melanjutkan agenda berikutnya yakni studi banding antar komunitas di Sampoerna School of Education Jakarta.
Setelah menempuh perjalanan singkat dengan menggunakan kereta listrik commuter line Tangerang-Jakarta dan dilanjutkan dengan menggunakan Transjakarta koridor 9, akhirnya tibalah kami di halte koridor 9 pancoran tugu, dimana letak kampus STKIP Kebangkitan Nasional –Sampoerna School of Education- hanya berjarak tak lebih dari 500 meter dari tempat kami berdiri.
Meski panas dan penuh dengan kendaraan yang lalu lalang, kami tidak pantang menyerah untuk segera tiba ke dalam kampus tersebut. Yang menjadi kami semakin yakin untuk tetap hadir dan berkunjung ke sana bukan karena ingin bermain dan bertemu dengan banyak orang baru, melainkan hal ini kami lakukan demi sebuah misi dan visi dalam mewujudkan program sosial kewirausahaan ECC Sharing.
Memilih Sampoerna School of Education sebagai tujuan studi banding kami bukanlah merupakan alasan yang mengambang. Tetapi kami menyadari bahwa eksistensi komunitas-komunitas dan organisasi mahasiswa di SSE patutnya bisa diperhitungkan walau umurnya belum terlalu lama seperti kampus-kampus lainnya. Kami mengerti komunitas Youth ESN sebagai penyelenggara NFEC, YERT dan EGP terlahir dari kampus ini, lalu ada IDCC yang melangkah ke setiap provinsi demi provinsi untuk mendengungkan kesetaraan hidup bagi para penyandang disabilitas dan Komunitas Siswa Bangsa Peduli Veteran yang begitu “sadar, terbuka dan cinta” kepada para pahlawan kemerdekaan yang masih hidup dengan segala kontribusi yang nyata.
Sesampainya di kampus SSE, kami disambut oleh salah seorang mahasiswa Pendidikan Matematika yang aktif dalam komunitas IDCC dan mau menjadi fasilitator kami untuk bertemu komunitas-komunitas lainnya di SSE, Dasrizal namanya. Memasuki gedung kampus SSE di Mulia Business Park, aura kekeluargaan, cinta kampus dan atsmofer “kami saling memiliki” begitu kental dengan canda tawa para mahasiswanya di tempat-tempat yang menjadi favorit mereka, sebut saja student lounge. Oleh Dasrizal, kami kemudian diantarkan menuju salah satu ruangan kelas yang ternyata saat kami memasuki ruangan tersebut, sudah ada teman-teman dari komunitas SSE lainnya yang telah menunggu. Dayah dari Komunitas Siswa Bangsa Peduli Veteran, Firzie dari Youth ESN Community, dan Sago sebagai Presiden SEMA SSE telah menyambut kami dengan suka dan cita.
Pagi itu, kami, komunitas ECC yang berkunjung sangat senang dan bangga bisa menjadi bagian dari teman-teman yang ada di SSE. Betapa tidak, saat acara dimulai, sambutan dari Presiden SSE menjadi suatu hal yang tidak akan kami lupakan karena di sela-sela waktunya kuliah, Sago masih menyempatkan diri untuk hadir sejenak menyampaikan dua atau tiga buah kata ucapan “Selamat Datang di Kampus SSE”. Beliau juga memperkenalkan segala sesuatunya yang ada di SSE dan organisasinya, SEMA SSE.
Setelah itu, acara berlanjut pada presentasi Komunitas ECC yang diwakili oleh Community Leader of ECC, Ari Wicaksono. Dalam presentasinya, Ari menjelaskan tentang siapa komunitas ECC, bagaimana komunitas ECC bisa berdiri, program-program komunitas ECC hingga sekarang dan apa rencana komunitas ECC ke depan. Baik kami saat mendengarkan Presiden SEMA SSE mempresentasikan organisasinya kepada kami, maupun Ari yang menceritakan Komunitas ECC, semua orang yang hadir begitu antusias mendengarkan.
Acara tidak berhenti di situ. Acara inti baru saja dimulai yakini studi banding antar komunitas. Beberapa anggota ECC dibagi menjadi tiga group menyesuaikan komunitas yang ada. Sehingga masing-masing group mendapatkan satu anggota komunitas yang berbeda. Ari Wicaksono dan Ahmad Tito Bramudia berdiskusi bersama Nurul Hidayah dari Komunitas Siswa Bangsa Peduli Veteran, Yuniarti dan Ishomuddin bersama Dasrizal dari Indonesia Disable Care Community (IDCC), dan Anita Nurhanifah dengan Hairul bersama Firzie Budianto R. Dari Youth Eductaor Sharing Network (Youth-ESN)
Selama sharing, kami komunitas ECC belajar banyak sekali tentang bagaimana memanajemen sebuah proyek dengan persiapan yang matang, bagaimana mengerjar target kebutuhan dana dengan segala program fundrising yang ada, dan bagaimana mempublikasikan sebuah event hingga sampai kepada masyarakat luas.
Setelah itu, kami yang terbagi menjadi beberapa grup, ditantang oleh Dasrizal sebagai fasilitator kami untuk bermain sebuah permainan yang sederhana namun memiliki makna yang mendalam. Setiap grup diminta untuk membangun sebuah bangunan yang terbuat dari kartu remi dengan waktu yang dibatasi. Sampai waktu berakhir, tidak ada grup yang mampu membuat bangunan tinggi, meskipun satu dari kami berhasil membuat bangunan walau hanya dua tingkat saja. Tetapi menurut Dasrizal, arti dalam permainan ini adalah bahwa suatu organisasi/komunitas pastinya ada masalah yang bisa membuat jatuh dan kemudian harus kembali terbangun. Masalah yang mematikan sebuah komunitas dan menghancurkan program, hendaknya bukan untuk disesali, melainkan fungsi sebagai anggota komunitas yang menjadi satu, harus saling bantu-membantu untuk membangun kembali sendi-sendi organisasi yang hancur.
Diakhir acara, kami diajak berkeliling short tour ke kampus SSE mulai dari student lounge sampai perpustakaannya yang sangat nyaman dengan koleksi buku yang kebanyakan berbahasa Inggris.
Dari studi banding ini, kami merasa harus belajar banyak dan pantang menyerah demi mewujudkan tujuan dan cita-cita komunitas ECC itu sendiri, yakni ECC Sharing. Lelah, udara panas, rasa lapar atau terkadang suasana hati yang tidak nyaman bukan menjadi penghalang bagi kami untuk tidak melaksanakan cita-cita kami tersebut. Karena sesuai permainan yang telah kami lakukan saat studi banding, bahwa orientasi sebuah komunitas adalah mewujudkan program, bukan memperdulikan konflik ataupun mengikuti rasa malas yang sering hinggap di setiap kepala kami.
Kami, komunitas ECC, mengucapkan terimakasih banyak kepada semua teman-teman SSE yang sudah mau menerima kami di kampus STKIP Kebangkitan Nasional –Sampoerna Scool of Education Jakarta-. Dasrizal yang sudah menjadi fasilitator kami yang sangat ramah dan menginspirasi; Dayah, perwakilan dari Siswa Bangsa Peduli Veteran yang mengajarkan kami dalam memanajemen program dan pendanaan; Firzie yang telah membocorkan rahasia bagaimana mempublikasi sebuah program melalui twitter dan website; Sago, Presiden SEMA SSE yang sudah mau menyambut kami dengan ramah dan hangat, juga teman-teman SSE lainnya yang telah hadir menyambut kedatangan kami. Tak lupa juga kami sampaikan ucapan terimakasih kepada IDCC, Yout ESN, SBPV dan Sema SSE yang telah menerima kami dan senang untuk kami ambil ilmu yang bermanfaat bagi kami.
Satu hal yang ingin kami sampaikan melalui website ini, “Kami memang cinta Indonesia, bukan dengan kepalan tangan atau menyisihkan lengan, tetapi kami menyebarkan cinta kami pada Indonesia dengan menyebarkan inspirasi membuat langkah kecil untuk Indonesia dan melakukan hal sederhana demi mengantarkan sebuah kebahagiaan kecil bagi orang lain.” Salam Indonesia.
Setelah menempuh perjalanan singkat dengan menggunakan kereta listrik commuter line Tangerang-Jakarta dan dilanjutkan dengan menggunakan Transjakarta koridor 9, akhirnya tibalah kami di halte koridor 9 pancoran tugu, dimana letak kampus STKIP Kebangkitan Nasional –Sampoerna School of Education- hanya berjarak tak lebih dari 500 meter dari tempat kami berdiri.
Meski panas dan penuh dengan kendaraan yang lalu lalang, kami tidak pantang menyerah untuk segera tiba ke dalam kampus tersebut. Yang menjadi kami semakin yakin untuk tetap hadir dan berkunjung ke sana bukan karena ingin bermain dan bertemu dengan banyak orang baru, melainkan hal ini kami lakukan demi sebuah misi dan visi dalam mewujudkan program sosial kewirausahaan ECC Sharing.
Memilih Sampoerna School of Education sebagai tujuan studi banding kami bukanlah merupakan alasan yang mengambang. Tetapi kami menyadari bahwa eksistensi komunitas-komunitas dan organisasi mahasiswa di SSE patutnya bisa diperhitungkan walau umurnya belum terlalu lama seperti kampus-kampus lainnya. Kami mengerti komunitas Youth ESN sebagai penyelenggara NFEC, YERT dan EGP terlahir dari kampus ini, lalu ada IDCC yang melangkah ke setiap provinsi demi provinsi untuk mendengungkan kesetaraan hidup bagi para penyandang disabilitas dan Komunitas Siswa Bangsa Peduli Veteran yang begitu “sadar, terbuka dan cinta” kepada para pahlawan kemerdekaan yang masih hidup dengan segala kontribusi yang nyata.
Sesampainya di kampus SSE, kami disambut oleh salah seorang mahasiswa Pendidikan Matematika yang aktif dalam komunitas IDCC dan mau menjadi fasilitator kami untuk bertemu komunitas-komunitas lainnya di SSE, Dasrizal namanya. Memasuki gedung kampus SSE di Mulia Business Park, aura kekeluargaan, cinta kampus dan atsmofer “kami saling memiliki” begitu kental dengan canda tawa para mahasiswanya di tempat-tempat yang menjadi favorit mereka, sebut saja student lounge. Oleh Dasrizal, kami kemudian diantarkan menuju salah satu ruangan kelas yang ternyata saat kami memasuki ruangan tersebut, sudah ada teman-teman dari komunitas SSE lainnya yang telah menunggu. Dayah dari Komunitas Siswa Bangsa Peduli Veteran, Firzie dari Youth ESN Community, dan Sago sebagai Presiden SEMA SSE telah menyambut kami dengan suka dan cita.
Pagi itu, kami, komunitas ECC yang berkunjung sangat senang dan bangga bisa menjadi bagian dari teman-teman yang ada di SSE. Betapa tidak, saat acara dimulai, sambutan dari Presiden SSE menjadi suatu hal yang tidak akan kami lupakan karena di sela-sela waktunya kuliah, Sago masih menyempatkan diri untuk hadir sejenak menyampaikan dua atau tiga buah kata ucapan “Selamat Datang di Kampus SSE”. Beliau juga memperkenalkan segala sesuatunya yang ada di SSE dan organisasinya, SEMA SSE.
Setelah itu, acara berlanjut pada presentasi Komunitas ECC yang diwakili oleh Community Leader of ECC, Ari Wicaksono. Dalam presentasinya, Ari menjelaskan tentang siapa komunitas ECC, bagaimana komunitas ECC bisa berdiri, program-program komunitas ECC hingga sekarang dan apa rencana komunitas ECC ke depan. Baik kami saat mendengarkan Presiden SEMA SSE mempresentasikan organisasinya kepada kami, maupun Ari yang menceritakan Komunitas ECC, semua orang yang hadir begitu antusias mendengarkan.
Acara tidak berhenti di situ. Acara inti baru saja dimulai yakini studi banding antar komunitas. Beberapa anggota ECC dibagi menjadi tiga group menyesuaikan komunitas yang ada. Sehingga masing-masing group mendapatkan satu anggota komunitas yang berbeda. Ari Wicaksono dan Ahmad Tito Bramudia berdiskusi bersama Nurul Hidayah dari Komunitas Siswa Bangsa Peduli Veteran, Yuniarti dan Ishomuddin bersama Dasrizal dari Indonesia Disable Care Community (IDCC), dan Anita Nurhanifah dengan Hairul bersama Firzie Budianto R. Dari Youth Eductaor Sharing Network (Youth-ESN)
Selama sharing, kami komunitas ECC belajar banyak sekali tentang bagaimana memanajemen sebuah proyek dengan persiapan yang matang, bagaimana mengerjar target kebutuhan dana dengan segala program fundrising yang ada, dan bagaimana mempublikasikan sebuah event hingga sampai kepada masyarakat luas.
Setelah itu, kami yang terbagi menjadi beberapa grup, ditantang oleh Dasrizal sebagai fasilitator kami untuk bermain sebuah permainan yang sederhana namun memiliki makna yang mendalam. Setiap grup diminta untuk membangun sebuah bangunan yang terbuat dari kartu remi dengan waktu yang dibatasi. Sampai waktu berakhir, tidak ada grup yang mampu membuat bangunan tinggi, meskipun satu dari kami berhasil membuat bangunan walau hanya dua tingkat saja. Tetapi menurut Dasrizal, arti dalam permainan ini adalah bahwa suatu organisasi/komunitas pastinya ada masalah yang bisa membuat jatuh dan kemudian harus kembali terbangun. Masalah yang mematikan sebuah komunitas dan menghancurkan program, hendaknya bukan untuk disesali, melainkan fungsi sebagai anggota komunitas yang menjadi satu, harus saling bantu-membantu untuk membangun kembali sendi-sendi organisasi yang hancur.
Diakhir acara, kami diajak berkeliling short tour ke kampus SSE mulai dari student lounge sampai perpustakaannya yang sangat nyaman dengan koleksi buku yang kebanyakan berbahasa Inggris.
Dari studi banding ini, kami merasa harus belajar banyak dan pantang menyerah demi mewujudkan tujuan dan cita-cita komunitas ECC itu sendiri, yakni ECC Sharing. Lelah, udara panas, rasa lapar atau terkadang suasana hati yang tidak nyaman bukan menjadi penghalang bagi kami untuk tidak melaksanakan cita-cita kami tersebut. Karena sesuai permainan yang telah kami lakukan saat studi banding, bahwa orientasi sebuah komunitas adalah mewujudkan program, bukan memperdulikan konflik ataupun mengikuti rasa malas yang sering hinggap di setiap kepala kami.
Kami, komunitas ECC, mengucapkan terimakasih banyak kepada semua teman-teman SSE yang sudah mau menerima kami di kampus STKIP Kebangkitan Nasional –Sampoerna Scool of Education Jakarta-. Dasrizal yang sudah menjadi fasilitator kami yang sangat ramah dan menginspirasi; Dayah, perwakilan dari Siswa Bangsa Peduli Veteran yang mengajarkan kami dalam memanajemen program dan pendanaan; Firzie yang telah membocorkan rahasia bagaimana mempublikasi sebuah program melalui twitter dan website; Sago, Presiden SEMA SSE yang sudah mau menyambut kami dengan ramah dan hangat, juga teman-teman SSE lainnya yang telah hadir menyambut kedatangan kami. Tak lupa juga kami sampaikan ucapan terimakasih kepada IDCC, Yout ESN, SBPV dan Sema SSE yang telah menerima kami dan senang untuk kami ambil ilmu yang bermanfaat bagi kami.
Satu hal yang ingin kami sampaikan melalui website ini, “Kami memang cinta Indonesia, bukan dengan kepalan tangan atau menyisihkan lengan, tetapi kami menyebarkan cinta kami pada Indonesia dengan menyebarkan inspirasi membuat langkah kecil untuk Indonesia dan melakukan hal sederhana demi mengantarkan sebuah kebahagiaan kecil bagi orang lain.” Salam Indonesia.